Kamis, 23 April 2009

standar sarana

B.1 Fasilitas Perumahan

Perumahan sebagai salah satu komponen pembentuk kota dengan batas wilayah/kawasan tertentu membentuk struktur tata ruang kota. Struktur ruang permukiman perkotaan terdiri dari beberapa kawasan dengan jumlah penduduk dan luasan tertentu membentuk satuan lingkungan permukiman kota yang mempunyai satu pusat pelayanan kota.

Undang – undang NO. 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman, memuat beberapa pengertian mengenai perumahan dan permukiman (pasal 1), yaitu :

1) Rumah adalah tempat tinggal atau hunian yang digunakan manusia untuk berlindung dari gangguan iklim dan makhluk hidup lainnya, tempat awal pengembangan penghidupan keluarga, dalam lingkungan yang sehat, aman dan teratur.

2) Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian untuk mengembangkan kehidupan dan penghidupan keluarga, tempat menyelenggarakan kegiatan bermasyarakat dalam lingkup terbatas. Penaataan ruang dan kelengkapan prasarana dan sarana lingkup harus dilakukan dengan maksud agar lingkungan tersebut akan merupakan lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur serta dapat berfungsi sebagaimana diharapkan.

3) Permukiman adalah kawasan yang didominasi oleh lingkungan yang dilengkapi dengan prasarana, sarana lingkungan, dan tempat kerja yang memberikan pelayanan dan kesempatan kerja terbatas untuk mendukung kehidupan dan penghidupan sehingga fungsinya dapat berupa permukiman perkotaan maupun permukiman perdesaan.

4) Satuan Lingkungan Permukiman merupakan kawasan perumahan dengan luas wilayah dan jumlah penduduk tertent, yang dilengkapi dengan system prasarana dan sarana lingkungan dengan penataan ruang yang terencana dan teratur sehingga memungkingkan pelayanannya dan pengelolaan yang optimal.

Dengan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam perencanaan tata ruang kota, permukiman diartikan sebagai kesatuan komponen kota yang saling mendukung membentuk suatu permukiman perkotaan dan kawasan perkotaan dengan segala jenis sarana dan prasarana pendukung ekosistem kota. Untuk itu dalam pengembangan system permukiman perkotaan haruslah diciptakan beberapa kawasan perumahan sebagai salah satuan lingkungan permukiman dengan sebaran yang merata agar tingkat pertumbuhan antar wilayah dapat seimbang dan tetap memperhatikan kondisi social ekonomi penduduk sebagai penghuninya kelak.

B.2 Fasilitas Pendidikan

Pendidikan formal mempunyai beberapa tingkatan/jenjang yaitu taman kanak – kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Menengah Umum (SMU). Rencana kebutuhan fasilitas pendidikan maupun fasilitas sosial ekonomi lainnya didasarkan pada standar perencanaan kebutuhan sarana kota (PU. Cipta Karya), dengan standar luasan yang berpedoman pada tingkat kepadatan pada tingkat kepadatan penduduk. Dan lebih mendasar lagi adalah bagaimana memadukan antara “supply and demand” dengan standar yang digunakan.

· Taman Kanak – kanak (TK), penduduk mendukung fasilitas ini minimal 1.000 orang dengan luas lahan 2.400 M2. lokasinya sebaiknya berada di tengah – tengah kelompok keluarga, jumlah murid dengan standar 3 ruang kelas terdiri dari 30 – 40 murid di setiap satu ruang kelas.

· Sekolah Dasar (SD), kebutuhan satu unit SD, minimal penduduk pendukungnya 1.600 jiwa dengan luas lahan 7.200 M2. Lokasi jenis fasilitas ini sebaiknya berada di tengah kelompok keluarga (permukiman) dengan radius pencapaian dari daerahyang dilayani maksimum 100 meter.

· Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), jumlah penduduk pendukungnya minimal 4.800 jiwa untuk sebuah SLTP, sedangkan luas lahannya adalah 5.400 M2. penempatan lokasi fasilitas ini sebaiknya dikelompokkan dengan taman dan lapangan olahraga. Standar jumlah murid adalah 40 murid/kelas.

· Sekolah Menengah Umum (SMU). Penduduk pendukungnya minimal 4.800 orang untuk sebuah SMU. Luas lahan SMU ini adalah 5.400 M2. Standar 30 murid/ruang kelas dengan 14 kelas (pagi/sore) untuk sebuah SMU.

B.3 Fasilitas Kesehatan

Tingkat kesehatan penduduk merupakan salah satu elemen penting yang dapat menentukan kualitas sumberdaya manusia. Fungsi utama sarana ini memberikan pelayanan medis kepada penduduk. Oleh karena itu penyediaan fasilitas kesehatan di kawasan perencanaan ini perlu mendapat prioritas. Dikaitkan dengan standar perencanaan lingkungan permukiman kota, maka kualitas kesehatan yang harus disediakan untuk melayani penduduk tersebut adalah puskesmas, balai pengobatan, tempat praktek dokter dan apotik serta fasilitas lain seperti tempat parkir dan taman.

· Puskesmas pembantu, minimal penduduk pendukungnya adalah 30.000 jiwa dengan luas lahan adalah 2.400 M2. Penempatan lokasinya sebaiknya berada di tengah lingkungan keluarga (permukiman) dengan radius pencapaian maksimum 1500 M2.

· BKIA/Rumah Bersalin, penduduk pendukung minimal 10.000 jiwa dengan luas lahan 3.200 M2. Lokasi fasilitas ini berada di tengah – tengah lingkungan keluarga dengan radius pencapaian maksimal 2.000 meter.

· Apotik, fasilitas kesehatan yang fungsinya untuk melayani penduduk dalam memenuhi kebutuhan obat – obatan adalah apotik. Penduduk pendukung minimal 10.000 jiwa dengan luas lahan 700 M2. hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan fasilitas kesehatan ini adalah pengalokasian fasilitas dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan pemukiman sehingga radius pencapaian merupakan jarak yang tepat bagi kelompok aktivitas kegiatan penduduk.

· Praktek Dokter, untuk menciptakan optimalisasi pelayanan kesehatan yang baik kepada masyarakat di kawasan perencanaan, diperlukan tenaga – tenaga medis yang cukup memadai terutama dokter yang dapat memnerikan pelayanan yang lebih dekat pada masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan tempat praktek dokter yang menyatu dengan perumahan penduduk. Lokasi fasilitas ini disatukan dengan rumah tempat tinggal dan setiap unutnya melayani penduduk 5.000 jiwa.

· Balai Pengobatan, minimal penduduk pendukungnya adalah 3.000 jiwa dengan luas lahan600 M2. lokasi penempatan sebaiknya berada di tengah – tengah lingkungan keluarga dengan radius pencapaian maksimum 1.500 meter.

B.4 Fasilitas Peribadatan

Penghitung kebutuhan fasilitas peribadatan di kawasan perencanaan disesuaikan dengan jumlah penduduk pemeluk agama yang ada. Berdasarkan data jumlah penduduk menurut agama di kawasan perencanaan menunjukkan bahwa sekitar 98,6 % memeluk agama Islam dan selebihnya beragama Kristen dan Hindu (1,4 %). Hal ini berarti penyediaan fasilitas peribadatan bagi pemeluk agama islam lebih diproriotaskan, yang berupa Masjid dan Mushallah.

· Masjid, penduduk minimal pendukung fasilitas ini adalah 30.000 jiwa, dengan luas 3.500 M2. lokasi penempatan fasilitas berada dalam satu pusat lingkungan kelurahan dan dekat dengan konentrasi penduduk.

· Mushallah/Langgar, penduduk minimal 2500 jiwa, dengan luas lahan 600 M2. lokasi penempatan fasilitas tergantung kondisi konsentrasi dan distribusi pemeluk agama bersangkutan.

B.5 Fasilatas Perekonomian

Perkembangan suatu kota ditentukan oleh tingkat pertumbuhan ekonomi kota yang bersangkutan dan sebaliknya tingkat perkembangan ekonomi itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah ketersediaan sarana dan prasarana ekonomi untuk melayani kebutuhan penduduk sebagai pelaku kegiatan ekonomi. Fasilitas perekonomian yang dimaksud disini adalah fasilitas pelayanan kegiatan perbelanjaan sehari – hari yang mempunyai sifat pelayanan dari berbagai tingkat sesuai dengan skala pelayanan yang direncanakan.

Keberadaan pasar merupakan salah satu tigkat pelayanan regional sangat besar manfaatnya bagi kegiatan perekonomian yang diharapkan dapat berperan sebagai titik pusat kegiatan jasa distribusi barang – barang produksi yang dapat menarik dan mendorong laju pertumbuhan desa- desa pada wilayah pelayanannya.

Dengan kondisi demikian dalam kaitannya dengan kawasan perencanaan pada masa datang, dapat dialokasikan jenis – jenis fasilitas perekonomian berdasarkan kriteria standar menurut pengelompokan jumlah penduduk/distribusi penduduk setiap Bagian Wilayah Kota (BWK).

· Pertokoan, penduduk pendukung minimal 2.500 jiwa dengan luas lahan 2.400 M2. kriteria lokasi terletak pada jalan utama lingkungan dan mengelompok dengan pusat lingkungan.

· Warung/Kios, Warung/kios penduduk pendukungnya adalah 2.50 jiwa. Kriteria lokasi di pusat lingkungan yang mudah dicapai dengan radius maksimal 500 meter.

B.6 Fasilitas Pemerintah dan Pelayanan Umum

Analisis kebutuhan fasilitas pelayanan umum guna pelayanan kepada msyarakat secara makro, seperti kantor administrasi, kantor pos, telepon umum, balai pertemuan, MCK dan parkir umum. Sesuai dengan fungsi kota dan kebutuhan perkembangan penduduk kota, maka fasilitas yang dibutuhkan :

· Parkir umum + MCK seluas 200 M2, setiap unit melayani 2.500 jiwa.

· Balai pertemuan dengan luas lahan 600 M2, setiap unit melayani penduduk sekitar 2.500 jiwa.

· Kantor Camat dengan luas lahan 2.000 M2.

· Kantor Lurah dengan luas lahan 1.000 M2.

· Kantor pos pembantu dengan luas lahan 200 M2.

· Pos Polisi dengan luas lahan 400 M2.

· Kantor Koramil dengan luas lahan 400 M2.

B.7 Fasilitas Olah Raga dan Ruang Terbuka

Fasilitas olah rag dan ruang terbuka adalah semua bangunan dan taman yang digunakan untuk kegiatan olah raga dan rekreasi, fasilitas ini merupakan fasilitas yang cukup penting mengingat fungsinya dalam mengurangi kepadatan kawasan permukiman. Fasilitas ini terdiri dari lapangan olah raga, tempat bermain dan jalur hijau.

Lokasi fasilitas ini umumnya terletak di tengah – tengah lingkungan permukiman terutama untuk taman. Menurut standar perencanaan lingkungan permukiman kota, kebutuhan fasilitas olah raga dan ruang terbuka kawasan perencanaan adalah :

· Taman untuk pelayanan 250 jiwa, sarana ini berfungsi sebagai ruang hijau kota, luas setiap unit 500 m2.

· Taman Tempat Bermain untuk pelayanan 2.500 jiwa yang berfungsi sebagai ruang terbuka dan tempat bermain. Sarana ini dibutuhkan dengan lahan seluas 2.500 M2.

· Lapangan Olahraga dengan luas lahan 18.000 m2.

3.2 Konsep Pengembangan Infrastruktur Kota

Infrastruktur merupakan komponen utama dalam pengembangan suatu perkotaan. Pengembangan komponen ini tergantung pada tingkat pelayanan pendukungnya, seperti jimlah penduduk, tingkat dan skala pelayanan, sumberdaya ala/fisik yang tersedia, sistem jaringan dan distribusi. Sistem infrastruktur yang akan direncanaklan pengembangannya adalah : (1) sistem air bersih, (2) sistem drainase dan pembuangan air limbah, (3) sistem energi lestrik, (4) sistem komunikasi dan (5) sistem persampahan. Kriteria pengembangan tiap komponen infrastruktur tersebut antara lain :

A. Sistem Air Bersih

Air bersih memegang peranan penting sebagai kebutuhan pokok dan utama penghidupan dan kehidupan penduduk di kawasan perencanaan. Beberapa sumber air bersih yang dimanfaatkan oleh penduduk kawasan perencanaan bersumber dari air permukaan (sungai) dan dari mata air pegunungan yang dikelolah oleh PDAM dan masyarakat. Sasaran rencana kebutuhan air bersih dikategorikan berdasarkan jumlah kebutuhan penduduk pendukung dan kebutuhan aktivitas perkotaan. Standarisasi kebutuhan air bersih berdasarkan petunjuk pedoman tersebut di atas termasuk sasaranpenggunaanya, antar lain :

a. Air bersih perumahan

Kebutuhan air bersih untuk perumahan digolongkan untuk kebutuhan perjiwa penghuni (jumlah penduduk). Diasumsikan bahwa tiap satu rumah akan dialami oleh 1 KK dengan 5 jiwa. Tiap 1 jiwa membutuhkan lebih kurang 60 liter/hari.

b. Air bersih fasilitas pendidikan

Kebutuhan air bersih untuk kebutuhan fasilitas pendidikan diketahui setelah dianalisis besaran jumlah dan jenis fasilitas pendidikan yang akan tersedia hingga akhir tahun perencanaan. Standar kebutuhan air bersih untuk fasilitas pendidikan berdasarkan jenjang tingkat pendidikan formal adalah :

· Kebutuhan air bersih untuk jenjang pendidikan STK adalah 10 liter/orang/hari.

· Kebutuhan air bersih untuk jenjang pendidikan SD adalah 10 liter/orang/hari.

· Kebutuhan air bersih untuk jenjang pendidikan SLTP adalah 10 liter/orang/hari.

· Kebutuhan air bersih untuk jenjang pendidikan SMU adalah 10 liter/orang/hari.

c. Air bersih fasilitas kesehatan

Demikian halnya dengan fasilitas lainnya, jumlah kebutuhan air bersih untuk fasilitas kesehatan di kawasan perencanaan sangat targantung dari jumlah fasilitas pelayanan kesehatan yang direncanakan. Adapun jenis fasilitas kesehatan yang akan direncanakan pada kawasan perencanaan adalah :

· Kebutuhan air bersih untuk toko obat/apotik adalah 30 liter/unit/hari.

· Kebutuhan air bersih untuk tempat praktek dokter adalah 300 liter/unit/hari.

· Kebutuhan air bersih untuk balai pengobatan/puskesmas pembantu adalah 10.000 liter/unit/hari.

d. Air bersih fasilitas olah raga dan ruang terbuka

Kebutuhan air bersih untuk mendukung kegiatan olah raga dan ruang terbuka di kawasan perencanaan terbagi atas taman tempat bermain dan lapangan olah raga. Masing – masing membutuhkan air bersih sebanyak 1000 liter/Ha/hari.

e. Air bersih fasilitas perekonomian

Perhitungan kebutuhan air bersih untuk fasilitas perekonomian di kawasan perencanaan disesuaikan dengan standar lingkungan permukiman kota. Kebutuhan air bersih untuk sarana perekonomian adalah : (a) pasar 10.000 liter/unit/hari, (b) warung 250 liter/unit/hari, (c) pertokoan membutuhkan air bersih sebanyak 1.000 liter/unit/hari.

f. Air bersih fasilitas pelayanan umum

Kebutuhan air bersih untuk fasilitas pelayanan umum digunakan asumsi – asumsi berdasarkan standar atau pedoman perencanaan lingkungan. Kantor lingkungan, kantor pos pembantu, dan parkir umum ditambah MCK, dengan kebutuhan air bersih 1.000 liter/unit/hari.

g. Air bersih fasilitas peribadatan

Berdasarkan analisa kependudukan di kawasan perencanaan sebagian besar penduduk beragama Islam, sehingga komposisi penduduk pada tahun mendatang tidak jauh berbeda pada keadaan sekarang. Hasil analisis menunjukkan bahwa perkiraan kebutuhan fasilitas peribadatan di kawasan perencanaan yaitu Masjid lingkungan dan mushallah. Kebutuhan sarana air bersih untuk Masjid adalah 3.500 liter/unit/hari, dan Mushallah membutuhkan air bersih sebanyak 2.000 liter/unit/hari.

B. Sistem Energi Listrik

Kebutuhan sistem energi listrik dimaksudkan adalah kebutuhan sistem yang meliputi jaringan dan distribusinya. Pelayanan listrik di kawasan perencanaan dibutuhkan peningkatan daya listrik serta jaringan yang relatif mencukupi termasuk penerangan jalan.

Keseluruhan kebutuhan energi listrik di kawasan perencanaan berdasarkan standar perencanaan lingkungan perkotaan kebutuhan listrik adalah :

1) Kebutuhan energi listrik perumahan dan permukiman diasumsikan minimum 450 VA/Watt dan maksimum 990 VA/Watt setiap unitnya.

2) Fasilitas pemerintahan dan pelayanan umum dengan tipe kecil adalah 1.500 VA/Watt, tipe sedang adalah 2.500 VA/Watt dan tipe besar dengan 3.500 VA/Watt.

3) Fasilitas umum kebutuhan energi listriknya adalah 20 %.

4) Penerangan jalan kebutuhan listriknya adalah 10 % dari total kebutuhan keseluruhan.

Sistem distribusi jaringan kabel listrik dengan menggunakan tiang yang terbuat dari pipa beton yang penempatannya pada daerah manfaat jalan dengan jarak satu dengan yang lainnya adalah lebih kurang 50 meter dan sebagai upaya untuk menghindari gangguan jaringan listrik, maka di beberapa tempat akan ditempatkan gardu listrik yang sekaligus berfungsi sebagai pengontrol gangguan listrik yang akan terjadi.

C. Sistem Komunikasi

Salah satu sarana untuk berinteraksi dan berkomunikasi yang saat ini tersedia di kawasan perencanaan adalah berupa saluran telepon dengan sistem “DRS” (digital radio system) dengan skala pelayanan yang terbatas. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan jaringan telepon di kawasan perumahan/perkantoran diupayakan dapat terpenuhi dan tentunya dengan skala prioritas kebutuhan dengan perluasan sistem jaringan yang ada. Standar rasio tingkat layanan kebutuhan telepon baik pribadi maupun umum adalah masing – masing 1 : 14 dan 1 : 250.

D. Sistem Persampahan

Penggolongan jenis sampah dan intensitas penanganannya antar kawasan dalam satu daerah sangat berbeda termasuk jumlah sampah yang dihasilkan. Untuk mengestimasikan jumlah sampah yang akan dihasilkan di masa datang dianggap bahwa jumlahnya tergantung jumlah penduduk kawasan tersebut. Mengingat untuk mengkuantitaskanjumlah sampah yang dihasilkan sangat sulit maka digunakan standar umum yakni 2 liter/orang/hari.

Kuantitas sampah yang dihasilkanakan dikumpulkan ataupun dikelolah dengan menggunakan sarana dan prasarana, berupa penyediaan;

· Gerobak 1 M2 untuk 200 KK.

· Tempat pembuangan sementara (TPS) untuk 150 KK

· Container sampah dengan volume 6 – 8 M2 2.000 KK.

E. Melihat Kawasan Perencanaan

Sebagai wilayah dataran tinggi, maka dalam program pengadaan dan pembangunan drainasenya dapat dilakukan dengan mengikuti jaringan jalan yang direncanakan. Adapun sistem pengalirannya akan lebih mudah karena kondisi kemiringan yang memungkingkan. Disampig itu, keberadaan aliran sungai di kawasan tersebut dapat difungsikan sebagai jalan pengumpul.

F. Sistem Transportasi

Pengembangan sistem transportasi di kawasan perencanaan merupakan bagian integral terhadap pengembangan sistem transportsi kota secara keseluruhan. Keintegralan sistem ini akan menghasilkan pola dan aksesibiliras pergerakan antar dan inter kawasan semakin baik. Jarak, biay, waktu tempuh dalam suatu pergerakan yang efisien dan efektif adalah suatu tingkat kenyamanan dan keamanan yang diterjemahkan dalam tingkat pelayanan pergerakan (level of service).

Keberadaan sistem transportasi dalam segala aktivitas antar/inter regional merupakan bagian yang mutlak. Level of service (los) pergerakan yang dilakukan orang atau angkutan yang akan ditantukan dan ternilai dari jumlah atau volume pergerakan yang etrjadi dalam suatu ruas jalan tertentu terhadap kapasitas daya tampung dari jalan tersebut. Semakin besar arus pergerakan yany terjadi dalam suatu ruas jalan tertentu dan melebihi dari kapasitas daya tampung jalan tersebut akan mengakibatkan kemacetan, minimal terjadi tundaan pergerakan. Apabila kondisi ini terjadi akan mengakibatkan terjadinya karugian baik materil maupun waktu tempuh semakin mahal dan lama/jauh bagi pengguna jalan tersebut. Oleh karena itu, dalam perencanaan sistem transportasi kota akan dipertimbangkan beberapa subsistem dari sistem transportasi yang saling terkait membentuk siklus perencanaan sistem transportasi. Sub – sub sistem tersebut terbagi atas : (1) sub sistem kegiatan, (2) sub sistem jaringan, (3) sub sistem pergerakan, (4) sub sistem kelembagaan, (5) sub sistem lingkungan (lokal, kota, regional, nasional, internasional)

Kebutuhan umum perencanaan transportasi adalah untuk mengestimasikan jumlah dan lokasi kebutuhan akan transportasi (jumlah perjalanan, baik untuk angkutan umum maupun pribadi), termasuk pola tindakan yang akan diambil (rekayasa atau manajemen transportasi) untuk masa datang (umur rencana) untuk kepentingan kebijaksanaan investasi perencanaan transportasi. Kajian ini disebut sistem “supply vs demand”.

Hubungan dasar antara tataguna lahan, transportasi dan lalulintas disatukan dalam beberapa urutan konsep, yang biasanya dilakukan secara berturut – turut sebagai berikut :

· Aksesibilitas, suatu ukuran atau kesempatan untuk melakukan suatu perjalanan. Konsep ini lebih bersifat abstrak dan dapat digunakan mengalokasikan problem yang terdapat dalam sistem transportasi dan mengevaluasi solusi – solusi alternative. Dapat juga dikatakan aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan bagaimana lokasi guna lahan berinteraksi satu dengan yang lain dan bagaimana mudah dan susahnya lokasi tersebut dicapai melalui sistem transportasi. (Black, 1981). Model yanh digunakan adalah moel hansen, black dan conroy, 1972.

· Bankitan lalulintas (trip generation); suatu ukuran bagaimana tri terjadi dalam suatu guna lahan (zona). Model analisis yang digunakan adalah IHCM 1990, 1995 dan 1998 serta standar/kritria baku transportasi.

· Distribusi pergerakan (trip distribution); bagaimana perjalan tersebut terdistribusi ke berbagai zona tarikan dan bangkitan di dalam zona – zona. Pengaruh kuat dalam konsep ini, lokasi dan intensitas land use dan spasial separtation. Model analisis yang digunakan dengan pendkatan rute dan pilihan pergerakan berdasarkan zona asal dan tujuan (Tij = graviti model)

· Pemilihan moda transportasi (model choice or model split); menentukan faktor – faktor yang mempengaruhi pemilihan moda transportasi untuk suatu tujuan tertentu.

· Pemilihan rute (route choice or trip assgnment); menentukan faktor – faktor yang mempengaruhi pemilihan rute antara zona asal dan tujuan.

· Hubungan antara waktu, kapasitas dan arus lalulintas, waktu perjalanan dipengaruhi 0leh kapasitas rute yang ada dan jumlah lalulintas yang menggunakannya.

Pengembangan jaringan transportasi yang terdiri dari jaringan jalan dan terminal. Di kawasan perencanaan pengembangan jaringan jalan sesuai dengan fungsinya meliputi jalan kolektor dan jalan lokal. Sedangkan pengembangan prasarana transportasi berupa terminal pembantu direncanakan alokasinya berdekatan dengan pasar induk kota.

Konsep sistem jaringan jalan akan optimal apabila pembagian fungsi dan klasifikasi jalan telah ditentukan.Kejelasan tersebut akan mempermudah pengaturan sirkulasi setiap moda angkutan agar elemen transportasi yang ada dapat saling menunjang mobilitas penduduk dan/atau barang ke arah lebih baik.

Dengan demikian,konsep pengembangan melalui penentuan klasifikasi jalan dimasa yang akan datang yakni diklasifikasikan berdasarkan fungsi jalan,dan bukan berdasarkan pada besaran ruang jalan.

1. Jaringan Jalan Kolektor

Karakter dari jaringan jalan kolektor adalah jalan yang berfungsi sebagai pengumpul lalu lintas dari jaringan jalan lokal untuk disalurjkan ke jaringan jalan arteri.Dengan kata lain jaringan jalan ini akan merupakan penghubung jalan arteri dengan jalan lokal.Selain itu jalan yang memotong jaringan jalan ini sedapat mungkin dibatasi oleh kendaraan yang melintasinya.Jalan ini direkomendasikan berkecepatan lebih rendah dari kecepatan kendaraan pada jalan arteri.

2. Jaringan Jalan Lokal

Jaringan jalan lokal adalah jalan yang berfungsi menampung lalu lintas dari jalan tertentu yang terlayani oleh jalanlingkungan,dan selanjutnya akan disalurkan ke jaringan jalan kolektor. Adapun karakter dari jalan lokal adalah jarak perjalanannya atau identik dengan panjang jalan ini relatif pendek dan jalan memotongnya (dapat saja berupa gank/lorong) tidak dibatasi.selain itu direkomendasikan lebih muda dari ketentuan yang diberlakukan pada jaringan jalan kolektor maupun arteri.

Berdasarkan uraian diatas maka ssaran yang hendak dicapai melalui aplikasi konsep ini antara lain :

· Pendayagunaan sistem jaringan yang ada, dengan perubahan klasifikasi fungsional dan konstruksi jalan yang disesuaikan dengan karakter wilayah dan kawasan serta bila memungkinkan disesuaikan puala dengan standar teknis.

· Pendayagunaan dengan penyesuaian dan persebaran fungsi jalan terhadap kemungkinan volume lalulintas, karakteristik/pola sirkulasi lalulintas, dan tataguna lahan pada masa akan datang.

· Pendayaguaan rencana sektoral dalam pembangunan jalur jalan, namun bila memungkinkan dapat menganut sistem kemitraan dengan pihak investor maupun masyarakat.

Sedangkan tujuan dari penerapan sistem jaringan jalan ini pada prinsipmya adalah untuk menghubungkan setiap pusat – pusat kegiatan melalui pengembangan jaringan jalan yang sesuai dengan kondisi yang ada. Sedapat mungkin pengembangan jaringan jalan mampu melayani setiap unit rumah, hubungan keluar dapat terlingkupi atau terjangkau serta dapat menunjang kegiatan sektor ekonomi dan sosial secara utuh. Konsep pengembangan ini didasari atas fungsi jalan, dimensi karakteristik lalulintas, tata peruntukan lahan disekitarnya dan kondisi tofografi, serta kecenderungan kawasan perencanaan.

Akan tetapi oleh karena kedalaman rencana tataruang ini yaitu secara umum (RUTR), maka pengembangan jaringan jalan hingga akhir tahun perencanaan tidak akan tersaji dalam bentuk site plan (hingga berwujud jalan lingkungan). Namun hanya dalam bentuk pengarahan pengembangan jalan yang terbagi atas klasifikasi fungsionalnya.

Untuk lebih jelas mengetahui konsep besaran ruang jalan sesuai dengan klasivikasinya dapat dilihat dengan tabel 3.1, sedangkan konsepsi dan strategi jaringan jalan dapat dilihat dengan tabel 3.2. selain itu disajikan kriteria fungsi dan sistem jaringan jalan yakni pada tabel 3.3.

Tabel 3.1

KONSEP BESARAN RUANG JALAN SESUAI KLASIFIKASINYA

No.

Jenis Jalan

Row

Garis Sempadan

Perumahan

Komersil

1.

2.

3.

4.

Kolektor Primer

Kolektor Sekunder

Lokal Primer

Lokal Sekunder

25

20

15

8

10,5

10,5

8

4

17,5

15,5

10

6







Tabel 3.2

KONSEP DAN STRATEGI JARINGAN JALAN

No.

Deskripsi

Klasifikasi Jaringan Jalan

Arteri Sekunder

Kolektor Sekunder

Lokal

1.

Lebar Damija

25-35 meter

16-24 meter

8-15 meter

2.

Kecepatan Kendaraan

50-55 km/jam

30-50 km/jam

Maks.30 m/jam

3.

Spasi

1.000 - 1.500 m

300 – 500 m

50 – 250 m

4.

Fungsi Pelayanan

Daerah&Kecamatan

Kota&Regional

Lokal

5.

Penggunaan Lahan

Komersil,campuran dan pusat kota

Komersil,lingkungan dan khusus

Pemukiman dan lingkungan

6.

Angkutan Umum

Bis,minibis dan mikrolet

Mikrolet,helicak dan bajaj

Moda angkutan tradisional

7.

Fasilitas

-Trotoar

-Pohon Pelindung

-Sem sempadan bangunan yang memadai

-Parkir terbatas pada badan jalan

-Jaringan utilitas bawah jalan

- Boulevard

- Lalu lintas dua arah

- Rambu-rambu lalu lintas

- Trotoar

- Lampu lalu lintas

-Curb parkir pada tempat tertentu

-Jaringanutilitas dibawah jalan

- Lalu lintas satu atau dua arah

-Pohon pelindung

- Taman parkir

-Area pedestrian

-Lalu lintas satu arah kecuali pada tempat sempit








Tabel 3.3

KRITERIA SISTEM,FUNGSI DAN BESARAN RUANG JALAN

Sistem Jaringan Jalan

Fungsi

Besar Ruang Minimum

Kecepatan Kendaraan (km/jam)

Badan Jalan (meter)

Daerah Pengawasan Diluar As Jalan (meter)

Primer

Arteri

60

8

20

Kolektor

40

7

15

Lokal

20

6

10

Sekunder

Arteri

20

8

10

Kolektor

20

7

7

Lokal

10

5

4

3.3 Konsep Penataan Ruang Kota

Tujuan perencanaan dan pengendalian tata ruang pada umumnya dan tata ruang kota pada khususnya, adalah untuk menciptakan kebutuhan manusia dengan lingkungan pendukungnya. Oleh karena itu proses penyusunan program tata ruang tersebut harus lebih mengutamakan keselarasan dan keserasian lingkungan fisik, sebagai wadah penduduk berinteraksi dinamis untuk mencapai pemenuhan kehidupan penduduk yang sejahtera dalam lingkungan tersebut.

Dengan demikian suatu perencanaan lebih bersifat konkrit dan realistis, dalam artian bahwa program – program pembangunan yang terkandung di dalamnya cukup nyata atau jelas dan memungkinkan untuk dapat dilaksanakan berdasarkan kemampuan dan sumber daya yang dimiliki dengan mempertimbangkan berbagai faktor perencanaan baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal.

A. Konsep kepadatan penduduk

pengaturan kepadatan penduduk di kawasan perencanaan adalah kepadatan penduduk yang bervariasi, yakni ditentukan oleh fungsi masing – masing blok peruntukan yang ada. Di samping itupula ditentukan oleh faktor daya dukung serta daya tampung lahan pada masing – masing bagian wilayah kota.

Konsep kepadatan penduduk yang akan diterapkan hingga akhir tahun perencanaan yakni hanya akan berdasarkan perhitungan kepadatan kotor/bruto atau gross density. Hal ini disebabkan oleh karena kecenderungan penduduk untuk bermukim di kawasan perencanaan ini cukup besar, oleh karena itu relatif sulit untuk memutuskan secara pasti jumlah penduduk yang akan ditampung hingga akhir kota perencanaan.

Dengan demikian upaya yang ditempuh dalam rangka penentuan tingkat kepadatan penduduk adalah melalui penentuan jumlah penduduk maksimal yang dapat ditampung, yakni melalui metode pendekatan asumtif.

B. Konsep identitas pemanfaatan ruang

Pada dasarnya konsep ini berpedoman pada prinsip pendekatan lokasi. Dimana lokasi yang semakin dekat dengan pusat kota atau pusat – pusat kegiatan kota, akan mempunyai intensitas penggunaan ruang atau pemanfaatan lahan yang relatif tinggi kondisi tersebut dipengaruhi oleh faktor – faktor kemudahan hubungan yang telah menjadi suatu proses alamiah dalam suatu kota dimana kecenderungan penduduk untuk selalu dekat dengan fasilitas pelayanan cukup tinggi. Mengingat nilai lahan di pusat kota atau kawasan potensial cenderung lebih tinggi dibanding harga lahan di kawasan lainnya, maka konsep intensitas pemanfaatan ruang dibuat dengan memperhatikan nilai fungsi sosial dari lahan tersebut.

C. Konsep persebaran fasilitas

Konsep ini dilakukan atas dasar skala pelayanan fasilitas kota yang akan disediakan, dimana tingkat pelayanannya menganut sistem hirarki. Perwujudan dari konsep ini yakni adanya fasilitas berskala pelayanan lingkungan seperti taman kanak – kanak dan warung, serta untuk skala pelayanan kota melayani seluruh wilayah kota seperti SLTP dan pertokoan. Selain itu terdapat pula fasilitas yang berskala pelayanan regional seperti jasa pemerintahan dan pasar serta terminal. Selain itu konsep persebaran dan penentuan lokasi kagiatan pelayanan juga dapat menggunakan metode gravitasi (gaya tarik) dimana daya tarik suatu fasilitas mempengaruhi pergerakan penduduk untuk cenderung mendekatinya.

D. Konsep Zoning

Hakekat dari konsep zoning atau pembagian kawasan dalam beberapa peruntukan zona tertentu adalah merupakan strategi umum pengembangan kota karena sebelum penzoningan terlebih dulu dilakukan analisis lahan pada setiap bagian wilayah yang akan dijadikan suatu zona tertentu yakni analisis tofografi, kedalaman efektif tanah, daya tampung lahan, geologi dan jenis tanah serta lokasi. Analisis ini bertujuan menguraikan keadaan potensi dan kendala yang ada serta kemungkinan solusi dan strategi pengembangan di setiap bagian wilayah tersebut.

Konsep penzoningan juga dilandasi oleh konsep penggunaan lahan yang luas dimana konsep ini bersifat respon terhadap kekuatan pasar yang sangat menentukan pola pengembangan yang akan datang. Konsep ini luas terhadap pengaturan zoning yang ditetapkan, biasanya diwujudkan pada zona dengan penggunaan lahan yang bercampur.

E. Hubungan fungsional komponen pembentuk kota

Maksud dari hubungan fungsional dalam konteks bahasan ini adalah seberapa besar hubungan atau kaitan antar setiap komponen pembentuk kota yang tercipta, sehingga mewujudkan karakter fungsi tertentu yang pada gilirannya akan mewujudkan hubungan yang berorientasi pada kegiatan sosial budaya dan sosial ekonomi.

Secara garis besar komponen – komponen sosial budaya dibagi dalam :

  • Kegiatan sosial budaya meliputi pendidikan, kesehatan, peribadatan, perumahan, pemerintahan, rekreasi/hiburan dan lain – lain.
  • Kegiatan sosial ekonomi meliputi perdagangan, industri dan jasa.

Dalam kaitannya dalam pengaturan terhadap struktur ruang kota, maka setiap komponen pembentuk struktur perlu diatur distribusinya dengan mempertimbangkan aspek jangkauan pelayanan setiap komponen yang ada dalam suatu kawasan, akses antara kawasan masa kini dan masa datang, daya dukung serta daya tampung lahannya. Melalui pertimbangan tersebut diharapkan dapat tercapai keselarasan dan keseimbangan serta aksesibilitas yang tinggi dalam suatu kawasan maupun antar kawasan yang direncanakan.

Sebagai kelanjutan dari uraian diatas maka akan tercapai pula efisiensi dan efektifitas optimal baik dalam hal pemanfaatan ruang maupun dalam jangkauan pelayanannya alam wilayah kota namun untuk mencapai hasil yang optimal maka terlebih dahulu harus diketahui karakter komponen yang ada saat ini. Pemahaman pada setiap karakter komponen dimaksudkan untuk dapat melahirkan out put yang merupakan indikator pengembangan kota masa depan atas dasar itu maka karakteristik komponen kota diuraikan sebagai berikut :

  • Perkantoran, merupakan pelayanan kegiatan jasa sosial ekonomi.Lokasinya sebaiknya mempunyai akses yang tinggi terhadap wilayah pelayanannya, dengan maksud agar dapat mempengaruhi persebaran dan sirkulasi penduduk.Eksistensi fasilitas perkantoran ditentukan oleh karakteristik kota, keberadaan dapat tersebar namun dapat pula berkelompok.
  • Peribadatan, merupakan fasilitas yang berhubungan erat dengan tatanan manusia karena berfungsi sebagai sarana ibadah berdasarkan kepercayaan masing-masing penduduk. Lokasinya sebaiknya berada di tengah-tengan lingkungan keluarga dan disesuaikan dengan penganut agama pada lingkungan tersebut.
  • Pendidikan,merupakan kegiatan yang berhubungan langsung dengan penduduk sehingga lokasinya harus berdekatan dengan lingkungan keluarga dan sebaiknya berada pada likasi yang relatif tenang
  • Perumahan, merupakan kebutuhan dasar penduduk serta berfungsi sebagai fasilitas hunian. Fungsi tersebut dapat pula bergeser sesuai kainginan pemukimnya baik dalam bentuk kios maupun ruko, yang perkembangannya merupakan gejala yang bersifat alami sehingga diperlukan penataan lahan bagi pengembangan fasislitas ini adalah kesesuaian lahan seperti kemiringan lahan, ekologi, serta berada dalam lokasi yang relatif tidak bising
  • Kesehatan, merupakan fasilitas pelayanan medis bagi masyarakat sehingga kegiatan ini memerlukan lokasi yang tenang bebas dari pencemaran atau tidak berdekatan dengan kegiatan yang mempunyai intensitas pengguanaan ruang yang tinggi, dan kalau mungkin berada di sekitar lingkungan pemukiman.
  • Tranportasi, berkaitan dengan sarana dan prasaran perhubungan yang berfungsi menghubungkan kegiatan yang satu dengan yang lain serta sebagi sarana untuk mempermudah pergerakan.
  • Rekreasi / hiburan dan olah raga, merupakan kegiatan yang berhubungan langsung dengan pemenuhan kebutuhan jasmani dan rohani yang berfungsi sebagai wadah untuk menentramkan kondisi rohani, meningkatkan daya tahan tubuh, menetralisir kejiwaan dan memberikan kesegaran berfikir. Kegiatan ini dapat berwujud fasislitas “in door” (gedung tertutup) dan “out door” (ruang terbuka).
  • Perkuburan, merupakan komponen penyempurna dalam perencanaan kota sehingga merupakan fasisilitas pelengkap dalam suatu kota. Komponen ini senantiasa membutuhkan lahan yang relatif luas dimana tingkat kebutuhan akan besarnya lahan cukup sulit untuk ditentukan secara pasti. Pengembangannya sebaiknya diorientasikan berada di luar kota.
  • Terminal, prasarana ini merupakan elemen sistem transportasi yang berfungsi sebagai fasilitas bongkar muat barang dan/atau penumpang. Keberadaannya menentukan sirkulasi barang dan/atau penumpang serta turut pula menentukan perkembangan kegiatan ekonomi. Lokasinya harus memberikan akses yang cukup tinggi dengan jalur jalan utama dan keberdaannya tidak menimbulkan kemacetan atau menurunnya akses yang tinggi, yang diakibatkan oleh sirkulasi kendaraan yang keluar masuk terminal. Selain itu lokasi terminal dapat menyatu dengan fasilitas perdagangan lain namun dibutuhkan upaya pengaturan dan penataan lingkungan setempat.

II.4. STANDAR PRASARANA DRAINASE KASIBA

Pasal 97

Jaringan primer dan sekunder drainase harus mempunyai kapasitas tampung yang cukup untuk menampung air

yang mengalir dari area Kasiba dan kawasan sekitarnya.

Pasal 98

Saluran pembuangan air hujan dapat dibangun secara terbuka dengan ketentuan sebagai berikut :

a. dasar saluran terbuka ½ lingkaran dengan diameter minimum 20 cm atau berbentuk bulat telur ukuran minimum 20/30 cm;

b. bahan saluran terbuat dari tanah liat, beton, pasangan batu bata dan atau bahan lain;

c. kemiringan saluran minimum 2 %;

d. tidak boleh melebihi peil banjir di daerah tersebut;

e. kedalaman saluran minimum 30 cm;

f. apabila saluran dibuat tertutup, maka pada tiap perubahan arah harus dilengkapi dengan lubang kontrol dan pada bagian saluran yang lurus lubang kontrol harus ditempatkan pada jarak maksimum 50 (lima puluh) meter;

g. saluran tertutup dapat terbuat dari PVC, beton, tanah liat dan bahan-bahan lain;

h. untuk mengatasi terhambatnya saluran air karena endapan pasir/tanah pada drainase terbuka dan tertutup perlu bak kontrol dengan jarak kurang lebih 50 M dengan dimensi (0,40x 0,40x 0,40) M3;

i. setiap Kasiba perlu melestarikan dan menyediakan kolam-kolam retensi dan sumur resapan pada titik-titik terendah;

j. penggunaan pompa drainase merupakan upaya tambahan apabila ditemui kesulitan untuk mengalirkan air secara gravitasi dan dapat juga digunakan untuk membantu agar pengaliran air dalam saluran mengalir lebih cepat.

Pasal 99

Tahapan perencanaan jaringan primer dan sekunder drainase meliputi :

a. pengumpulan data topografi dan pemetaan yang terdiri dari pemetaan topografi dan pemotretan dari udara atau satelit; membuat peta tematik dengan ketelitian skala 1: 5000 yang mencakup kontur interval 5 meter untuk perencanaan jaringan; membuat peta tematik dengan ketelitian skala 1:1.000 untuk perencanaan detail; membuat level ikat topografi (benchmark) yaitu elevasi dasar kota yang dikaitkan dengan elevasi muka air laut pasang atau pada sungai besar; menentukan garis kontur dengan penyesuaian terhadap titik ikat elevasi berdasarkan elevasi sungai yang ada guna perencanaan drainase perumahan;

b. pengumpulan data hidrologi yang terdiri dari data yang mencakup kedudukan muka air banjir terhadap elevasi lahan, serta data curah hujan harian, bulanan dan tahunan;

c. pengumpulan data geologi yang terdiri dari penyelidikan tanah untuk mengetahui kemungkinan penurunan pondasi saluran dan kekuatan / kondisi tanah dasar untuk mengetahui daya dukung lapisan tanah tersebut.;

d. pengumpulan data kualitas dan kuantitas genangan, luas, lama, tinggi dan frekuensi genangan dalam setahun;

e. pengumpulan data tentang kerugian dan kerusakan akibat genangan.

Pasal 100

(1) Dalam sistem penyediaan prasarana drainase perlu dibuat kolam retensi, yaitu bangunan resapan buatan atau bangunan resapan alam yang berfungsi untuk menampung air hujan dan kemudian meresap kedalam sssssssssssstanah atau mengalir ke saluran drainase.

(2) Dalam sistem penyediaan prasarana drainase perlu dibuat peil banjir sebagai acuan bagi perencana dan pelaksana dalam pembangunan fisik agar terbebas atau terhindar dari banjir dalam periode ulang tertentu.

(3) Pada periode perencanaan sistem drainase perlu memperhatikan daerah tangkapan air (catchment area) agar tidak terjadi kegagalan pada fungsi sistem drainase.

(4) Periode ulang desain yang harus direncanakan untuk Kasiba adalah seperti tercantum pada Tabel Periode. Disain Makro dan Tabel Periode Disain Mikro yang disajikan pada Lampiran 17 Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat ini.

Pasal 101

(1) Pembangunan jaringan primer dan sekunder drainase harus memperhatikan aspek hidrolis dan aspek struktur.

(2) Aspek Hidrolis sebagaimana disebutkan pada ayat (1) mencakup kecepatan maksimum dan minimum alirandalam saluran, bentuk saluran, dan bangunan pelengkap yang diperlukan.

(3) Aspek Struktur sebagaimana disebutkan pada ayat (1) mencakup jenis dan mutu saluran, serta kekuatan dan kestabilan bangunan.