Kamis, 23 April 2009

Perencanaan Desa Terpadu

Pengertian Desa

Desa, menurut definisi universal, adalah sebuah aglomerasi permukiman di area perdesaan (rural). Di Indonesia, istilah desa adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah kecamatan, yang dipimpin oleh Kepala Desa.

Yang dimaksud dengan desa menurut Sutardjo Kartodikusuma mengemukakan sebagai berikut: Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri[1]

Menurut Bintaro, desa merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafi ,sosial, ekonomi, politik dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.

Menurut C.S. Kansil:

Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerntahan terendah langsung dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia

Sedang menurut Paul H. Landis :Desa adalah pendudunya kurang dari 2.500 jiwa. Dengan ciri ciri sebagai berikut :

a) mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.

b) Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan

c) Cara berusaha (ekonomi)adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti : iklim, keadaan alam ,kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan

Dalam kamus sosiologi kata tradisional dari bahasa Inggris, Tradition artinya Adat istiadat dan kepercayaan yang turun menurun dipelihara, dan ada beberapa pendapat yang ditinjau dari berbagai segi bahwa, pengertian desa itu sendiri mengandung kompleksitas yang saling berkaitan satu sama lain diantara unsur-unsurnya, yang sebenarnya desa masih dianggap sebagai standar dan pemelihara sistem kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan asli seperti tolong menolong, keguyuban, persaudaraan, gotong royong, kepribadian dalam berpakaian, adat istiadat , kesenian kehidupan moral susila dan lain-lain yang mempunyai ciri yang jelas.

Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1979 Tentang pemerintah daerah Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum, yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah, langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia.

Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan pengertian desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam system pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dari defenisi tersebut, sebetulnya desa merupakan bagian vital bagi keberadaan bangsa Indonesia. Vital karena desa merupakan satuan terkecil dari bangsa ini yang menunjukkan keragaman Indonesia. Selama ini terbukti keragaman tersebut telah menjadi kekuatan penyokong bagi tegak dan eksisnya bangsa. Dengan demikian penguatan desa menjadi hal yang tak bisa ditawar dan tak bisa dipisahkan dari pembangunan bangsa ini secara menyeluruh.

Memang hampir semua kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan pembangunan desa mengedepankan sederet tujuan mulia, seperti mengentaskan rakyat miskin, mengubah wajah fisik desa, meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat, memberikan layanan social desa, hingga memperdayakan masyarakat dan membuat pemerintahan desa lebih modern. Sayangnya sederet tujuan tersebut mandek diatas kertas.

Karena pada kenyataannya desa sekedar dijadikan obyek pembangunan, yang keuntungannya direguk oleh actor yang melaksanakan pembangunan di desa tersebut : bisa elite kabupaten, provinsi, bahkan pusat.[2] Di desa, pembangunan fisik menjadi indicator keberhasilan pembangunan. Karena itu, Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang ada sejak tahun 2000 dan secara teoritis memberi kesempatan pada desa untuk menentukan arah pembangunan dengan menggunakan dana PPK, orientasi penggunaan dananyapun lebih untuk pembangunan fisik. Bahkan, di Sumenep (Madura), karena kuatnya peran kepala desa (disana disebut klebun) dalam mengarahkan dana PPK untuk pembangunan fisik semata, istilah PPK sering dipelesetkan menjadi proyek para klebun.

Menyimak realitas diatas, memang benar bahwa yang selama ini terjadi sesungguhnya adalah “Pembangunan di desa” dan bukan pembangunan untuk, dari dan oleh desa. Desa adalah unsur bagi tegak dan eksisnya sebuah bangsa (nation) bernama Indonesia.

Kalaupun derap pembangunan merupakan sebuah program yang diterapkan sampai kedesa-desa, alangkah baiknya jika menerapkan konsep :”Membangun desa, menumbuhkan kota”. Konsep ini, meski sudah sering dilontarkan oleh banyak kalangan,

tetapi belum dituangkan ke dalam buku yang khusus dan lengkap. Inilah tantangan yang harus segera dijawab.

Ciri-ciri Masyarakat desa (karakteristik)

Dalam buku Sosiologi karangan Ruman Sumadilaga seorang ahli Sosiologi “Talcot Parsons” menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional (Gemeinschaft) yang mebngenal ciri-ciri sebagai berikut :

a. Afektifitas ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta , kesetiaan dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain dan menolongnya tanpa pamrih.

b. Orientasi kolektif sifat ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu mereka mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan diri, tidak suka akan orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman persamaan.

c. Partikularisme pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk kelompok tertentu saja.(lawannya Universalisme)

d. Askripsi yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.(lawanya prestasi).

e. Kekabaran (diffuseness). Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan sesuatu. Dari uraian tersebut (pendapat Talcott Parson) dapat terlihat pada desa-desa yang masih murni masyarakatnya tanpa pengaruh dari luar.[3]


Unsur unsur Desa:

· Daerah
Tanah yang produktif, lokasi, luas dan batas
yang merupakan lingkungan geografis.

· Penduduk

Jumlah penduduk, pertambahan penduduk, pertambahan penduduk, persebaran penduduk dan mata pencaharian penduduk.

· Tata Kehidupan

Pola tata pergaulan dan ikatan ikatan pergaulan warga desa termasuk seluk beluk kehidupan masyarakat desa.

Batasan Kawasan Pedesaan dan Fungsinya

Dalam UUPR Pasal 1 No. 9 dapat diungkapkan pengertian bahwa Kawasan Pedesaan adalah kawasan yang berfungsi sebagai tempat permukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dengan kegiatan ekonomi utamanya pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam. Kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan, dijadikan dasar dalam pengembangan kegiatan ekonomi (budidaya) kawasan (UUPR Pasal 1 No. 8). Berdasarkan hal tersebut, maka kawasana pedesaan dapat dikembangkan kegiatan ekonomi lain selain pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam. Namun, secara keseluruhan kegiatan pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam harus menjadi ciri utamanya. Kegiatan ekonomi dan aktivitas kehidupan lainnya, haruslah merupakan kegiatan penunjang (backward linkage) dan/atau merupakan pengembangan lebih lanjut (foreward linkage) dari kegiatan pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam itu.

Dari beberapa hasil penelitian (antara lain: Saefulhakim, 1991; Saefulhakim, 1992; dan Saefulhakim, 1994a), dapat dipahami bahwa disamping dimensi ekonomi, dalam pengembangan dan penataan ruang kawasan pedesaan, dimensi fisik sumberdaya alam dan dimensi sosiokultur mempunyai peranan sangat pentin. Dengan demikian, dalam penataan batas kawasan pedesaan perlu pula didahului dengan pengidentifikasian yang memadai tentang luasan, kualitas, dan persebaran spasial dari sumberdaya olahan, serta struktur sosial budaya masyarakat wilayah.

Mengingat aktifitas perekonomian pedesaan lebih merupakan land- resources based production activity, maka penataan ruang kawasan pedesaan memasukkan pertimbangan aspek fisik sumberdaya lahan serta mampu melindungi lahan-lahan yang berpotensial bagi pengembangan pertanian khususnya dan aktivitas ekonomi pedesaan pada umumnya. Aspek lain yang perlu diperhatikan dalam penataan ruang kawasan pedesaan adalah skala usaha. Dalam aspek fisik lahan, skala usaha ini berkaitan dengan luas penguasaan lahan. Luas penguasaan lahan per rumahtangga pedesaan seyogyanya dipertimbangkan karena dapat menentukan sejauh mana aktivitas ekonomi pedesaan akan bertahan dan berkembang.

Karena kawasan pedesaan didefinisikan sebagai kawasan yang kegiatan utamanya pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam, maka yang termasuk dalam kawasan pedesaan dapat berupa:

1. Kawasan yang berbasis ekonomi pertanian (tanaman pangan, tanaman perkebuanan, tanaman hias, hortikultur, peternakan, perikanan, dan kehutanan);

2. Kawasan yang berbasis ekonomi pertambangan dan galian;

3. Kawasan yang berbasis pengelolaan sumberdaya alam untuk pelestarian lingkungan hidup, sepert: kawasan hutan lindung, kawasan pantai, kawasan resapan air, dan sebagainya.

Pembatasan antara pedesaan dan daerah perkotaan pada saat ini makin kabur. Pusat-pusat kegiatan dan masyarakat baik didaerah rural (pedesaan) dan daerah urban (perkotaan) hampir mempunyai tuntutan fasilitas yang sama. Bagi daerah Rural yang belum dapat memberikan fasilitas tersebut, maka masyarakat akan mengalir ke daerah urban yang dianggap lebih lengkap fasilitasnya untuk memenuhi tuntutan hidupnya. Pembatasan daerah rural dan urban tidak dapat diwujudkan dalam bentuk fisik, tetapi pembatasan-pembatasan dalam arti fasilitas yang dapat dinikmati oleh masyarakat di wilayah tersebut.

Tabel 2.1

Perbandingan Ketersediaan Fasilitas

Daerah Perkotaan dan Pedesaan

FASILITAS

URBAN/PERKOTAAN

RURAL/PEDESAAN

Listrik

Cukup

Kurang

Air Bersih

Cukup

Tidak ada

Transportasi

Cukup

Terbatas

Sanitasi

Ada

Belum memadai

Pertokoan

Cukup

Tidak ada

Drainage

Ada

Belum memadai

Jaringan Lalu Lintas

Cukup

Belum memadai

Pasar

Setiap hari

Hari-hari tertentu

Pendidikan

Cukup

Terbatas

Lapangan Kerja

Aneka ragam

Terbatas

(Sumber : Seminar Manajemen Perkotaan Masa Depan, 1996).

Pengelompokkan jenis dan tipologi desa dibedakan dalam dua sudut pandang, yaitu:

a. Pengelompokkan desa dari aspek geografis dan topografis, yaitu:

« Desa pantai

« Desa datarasn rendah

« Desa pegunungan

b. Pengelompokkan berdasarkan aspek sosial ekonomi dan mata pencaharian penduduk, yaitu:

« Desa pertanian sawah

« Desa pertanian ladang

« Desa pertambangan

« Desa perkebunan

« Desa perhutanan

« Desa nelayan

Macam, Jenis dan Pembagian Desa Pedesaan Berdasarkan Potensi Fisik dan Non Fisik - Desa Terbelakang, Sedang Berkembang dan Maju

1. Desa Terbelakang atau Desa Swadaya

Desa terbelakang adalah desa yang kekurangan sumber daya manusia atau tenaga kerja dan juga kekurangan dana sehingga tidak mampu memanfaatkan potensi yang ada di desanya. Biasanya desa terbelakang berada di wilayah yang terpencil jauh dari kota, taraf berkehidupan miskin dan tradisional serta tidak memiliki sarana dan prasaranan penunjang yang mencukupi.

2. Desa Sedang Berkembang atau Desa Swakarsa

Desa sedang berkembang adalah desa yang mulai menggunakan dan memanfaatkan potensi fisik dan nonfisik yang dimilikinya tetapi masih kekurangan sumber keuangan atau dana. Desa swakarsa belum banyak memiliki sarana dan prasarana desa yang biasanya terletak di daerah peralihan desa terpencil dan kota. Masyarakat pedesaan swakarsa masih sedikit yang berpendidikan tinggi dan tidak bermata pencaharian utama sebagai petani di pertanian saja serta banyak mengerjakan sesuatu secara gotong royong.

4. Desa Maju atau Desa Swasembada

Desa maju adalah desa yang berkecukupan dalam hal sdm/sumber daya manusia dan juga dalam hal dana modal sehingga sudah dapat memanfaatkan dan menggunakan segala potensi fisik dan non fisik desa secara maksimal. Kehidupan desa swasembada sudah mirip kota yang modern dengan pekerjaan mata pencarian yang beraneka ragam serta sarana dan prasarana yang cukup lengkap untuk menunjang kehidupan masyarakat pedesaan maju.



[1] Drs. H. Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, 2003, Hal.241

[3] Sosiologi 3 SMU 1994, hal. 70

Tidak ada komentar:

Posting Komentar